Perguruan tinggi sebagai wadah masyarakat ilmiah.
Apa sih bedanya sekolah dengan kuliah? Ekhm... pasti untuk yang belum pernah merasakan bangku kuliah, atau yang masih berada di SMA dan sekolah lain di bawahnya akan sering menanyakan hal tersebut. Wajar saja timbul pertanyaan semacam itu bila mengingat perbedaan yang memang sangat mencolok antara sistem sekolah menengah dengan sistem perguruan tinggi. Pastilah perihal perbedaan sistem belajar tersebut akan sampai kepada mereka yang berada di bangku sekolah menengah, dan tentu akan timbul pertanyaan semacam itu. Jelas saja patut di pertanyakan mengingat keduanya sama sama lembaga pembelajaran formal. Sama-sama memiliki tempat, murid, dan juga guru.
Saya akan membagi pendidikan menjadi tiga bagian yakni pendidikan informal, pendidikan nonformal, dan pendidikan formal. Penanggung jawab pendidikan informal adalah orang tua dan keluarga di rumah. Mereka perlu mendidik anak mereka agar menjadi anggota masyarakat yang berbudi. Penanggung jawab pendidikan nonformal adalah masyarakat kursus dan sejenisnya. Mereka perlu mendidik peserta didik sehingga memiliki keterampilan yang memadai. Dan penanggung jawab pendidikan formal adalah sekolah dan perguruan tinggi. Sekalipun peranan pendidikan informal dan nonformal adalah penting namun sorotan berita dan artikel tentang kekurangan di bidang pendidikan kebanyakan tertuju ke pendidikan formal.
Lalu sekarang apa perbedaan dari kedua pendidikan formal tersebut? Jika di lihat sekilas, mungkin tidak akan terlihat terlalu berbeda. Namun bila kita perhatikan lebih mendalam, maka akan jelas terlihat betapa berbedanya antasi sistem pendidikan di sekolah, dengan di perguruan tinggi.
Tanggung jawab umum bagi sekolah adalah pendidikan yang menghasilkan warga negara yang baik dan beradab. Warga negara yang baik dan beradab memiliki sejumlah ciri berupa warga negara yang memiliki keterampilan untuk bertahan hidup (sintas, survival). Mereka menghormati ketertiban dengan mematuhi aturan yang berlaku. Mereka menjunjung tinggi budi pekerti dan tata krama di dalam pergaulan. Sementara itu tanggung jawab umum bagi perguruan tinggi adalah pendidikan yang menghasilkan warga negara yang cerdas. Mereka memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah melalui pemikiran yang rasional. Mereka memiliki kemampuan untuk berkreasi di bidang ilmu dan teknologi. Dan hendaknya ada di antara mereka yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan temuan ilmiah (scientific discovery) atau invensi teknologi (invention).
Lebih mudahnya kita bisa melihat sendiri, ketika masih duduk di SMA kita di wajibkan untuk berseragam. Kita di wajibkan untuk selalu masuk setiap hari, dan juga di wajibkan untuk mengerjakan seluruh pr yang di berikan oleh guru. Sedangkan di bangku kuliah seperti tidak ada tekanan dari luar, semuanya bergantung pada diri kita sendiri. Kita di perbolehkan berpakaian bebas, masuk atau tidak masuk kelas semuanya bergantung kita, tidak akan ada dosen yang menanyakan mengapa kemarin tidak masuk. Setelah itu tugas memang di berikan, namun seluruhnya terserah pada kita ingin mengerjakannya atau tidak, namun tentunya itu semua akan berpengaruh ke dalam nilai.
Lalu mengapa saya memberi judul tulisan ini dengan judul “Perguruan tinggi sebagai wadah masyarakat ilmiah”? Itu semua tidak lain adalah karena di dalam perguruan tinggi, layaknya berada di dalam sebuah komunitas yang memiliki kemampuan ilmiyah tertentu, diamana di sana bisa melakukan sharing antara sesama anggota komunitas. Sebab dalam perkuliahan, dosen hanya membantu pelajaran sebanyak 20%. Selanjutnya adalah usaha kita untuk mencari ilmu dan mengembangkan apa yang telah di beri dosen. Dosen hanya memberikan garis-garis besar dari suatu pengetahuan, setelah itu tugas kita untuk mencari tau kelanjutannya melalui buku ataupun surfing di internet, atau layaknya sebuah komunitas, kita biasa share dengan teman-teman sekampus.
lulusan sekolah yang masuk ke perguruan tinggi diharapkan sudah membawa cukup bekal untuk menapaki jalan ke sasaran yang kita dambakan bersama berupa daya saing bangsa itu. Bekal paling utama adalah budaya belajar atau kebiasaan belajar. Penguasaan pengetahuan ilmiah memerlukan ketekunan belajar yang berkelanjutan. Sekolah diharapkan menciptakan budaya belajar sehingga budaya belajar ini dapat dilanjutkan di perguruan tinggi. Selain ketekunan belajar, budaya belajar mencakup pula usaha untuk berpikir, untuk mencari bahan bacaan dan membacanya, serta usaha untuk bertanya dan menjawab pertanyaan itu dengan memanfaatkan berbagai sumber pengetahuan. Sedangkan lulusan perguruan tinggi diharapkan memiliki pengetahuan yang cukup di bidang pengetahuan ilmiah yang mereka tekuni. Mereka memiliki kemampuan dan kemauan untuk terus belajar dan menerapkan pengetahuan ilmiah itu di dalam penyelesaian masalah. Mereka diharapkan memiliki kemampuan untuk bekerja sama dan berkomunikasi secara memadai di antara kelompok mereka. Dan diharapkan ada di antara mereka yang mampu menghasilkan temuan ilmiah atau invensi sehingga dapat menyumbangkan pengetahuan ilmiah ke dunia internasional.
By; Ansari Milah Ibrahim
Refrensi; dali.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/604/5040-a.doc
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar :
Posting Komentar