First love.

Sebagai fampir yang normal, gue juga punya perasaan terhadap lawan jenis. Kalian pasti tau perasaan apa yang gue maksud. Itu, tu… perasaan di mana jantung gue berdebar-debar saat gue bertemu dengan seseorang. Debaran jantung yang tak kalah hebatnya dengan debaran jantung Bejo saat melihat sinder bolong tanpa kepala, tanpa tangan dan kaki, juga tanpa badan hihi…
“Ah, dasar lebay lo, Frank! Terus apanya yang gue liat?” protes Bejo.
“Ya itu tadi, kan udah gue bilang, sinder bolong!”
“Iya… tapi apanya yang gue liat kalo ngga ada kepala, badan, dan juga tangan dan kaki?” tumben ni anak kritis, biasanya dia selalu menerima apa adanya.
“Ya, sinder bolong tadi! Emangnya siapa yang bilang lo ngeliat kepala, badan, tangan dan kaki? Gue kan cuma bilang kalo lo ngeliat sinderbolong, bukan ngeliat kepala, badan, tangan dan kaki!”
“Iya… tapi apanya sinder bolong yang gue liat kalo bukan kepalanya, badannya, tangannya maupun kakinya?”
“Ya sinder bolongnya, Bejo…!” hihihi… liat tu muka Bejo, kasian dia kena kerjain sama gue, hihihi…
Kembali lagi ke pokok cerita. Gue pertama kali merasakan first love pada saat gue baru keluar dari kandungan. #anak kecil dilarang pacaran! Begitu gue berhasil keluar dari kelamnya rahim, gue melihat sesosok wanita yang tengah terbaring lemah di “kandang kuda!” Jangan menghina…! Memang beginilah kehidupan kami para fampir, berbeda dengan kehidupan kalian para manusia.
Jika kalian di lahirkan di rumah sakit megah, maka kebanyakan kami di lahirkan di kandang kuda atau kandang babi, hik hik hik… sungguh menyedihkan bila gue ingat masa-masa itu. Tapi biarlah gue dulu di lahirkan di kandang kuda, asalkan nanti gue matinya bisa masuk neraka, hahaha! (tertawa pongah) #dasar sedeng!
Jadi begitulah… gue ngeliat Ibu gue terbaring lemah di atas tumpukan jerami. Mata kami bertatapan, matanya berbinar melihat gue yang tampan lahir ke bumi. #mulai dah lebainya. Dan pada saat itu juga, pada pandangan pertama kami saling jatuh cinta. #sialan, gue ketipu… sangka gue lo pertama kali jatuh cinta sama kuda!
Begitu tangannya menyentuh tubuhku yang rapuh, aku merasakan kehangatan yang tiada tara, aku merasa terlindungi di bawah naungannya. Kami saling berpelukan, kami saling berbagi kasih. Dalam hati aku berjanji tidak akan pernah sekali pun menyakiti hatinya.
Ibuku, engkaulah cinta pertamaku. Cinta yang tak kan pernah pudar dalam jiwaku. Akan selalu kusirami benih-benih cinta yang telah engkau tanamkan padaku agar bersemi dan selalu terkembang. Engkaulah malaikat penolong yang diutus oleh Tuhan ke bumi untuk menjagaku. Engkaulah satu-satunya orang yang rela meneteskan air mata demi kebahagianku. Oh Ibu, aku teringat akan kisah-kisah cinta kita bedua. Kisah-kisah cinta yang aku bingkai dalam satu wadah yang tak akan pernah pudar oleh rentang waktu dan usia. Taukah engkau Ibu, apakah bingkai itu…? Bingkai itu bernama hati… #hik hik hik… ngga gue sangka lo puitis juga, Frank!
Ingatkah engkau Ibu, disaat aku tengah tertidur lelap di suatu siang, di saat fampir-fampir lain sedang tertidur lelap? Apakah engkau tertidur saat itu, Ibu? Apakah engkau bisa pulas di saat aku pulas, Ibu? Apakah engkau dapat terlelap di kala semuanya terlelap, duhai Ibuku? Tidak, duhai Ibuku! Di saat aku tengah terlelap pun, engkau tetap setia menjagaku. Di kala matamu hampir terpejam, seekor nyamuk yang hinggap di kulitku pun dapat membangunkanmu! #hahaha… itu namanya hukum karma, Frank. Lo suka ngisep darah orang, suatu saat, giliran darah lo yang akan di hisap. Hahaha… $tapi tunggu dulu. Emangnya siang-siang ada nyamuk? #ah, norak lo… ngga pernah denger penyakit demam berdarah, ya!?
Ingatkah engkau Ibu, di kala aku terjatuh dan terluka? Di saat darah yang mengalir di tubuhku tak membuatku menangis, namun engkau mengalirkan air mata karnanya. Engkau usap lukaku, engkau tutup lukaku dengan kain yang kau sobek dari gaunmu. Engkau lebih mencemaskan diriku, di banding aku mencemaskan diriku sendiri, duhai Ibuku.
Ingatkah engkau Ibu, bagaimana gigihnya engkau mengajari anak yang baru mengenal dunia ini tentang hidup? Engkau ajarkan aku segala hal tantang dunia, engkau ajarkan aku merangkak, hingga dapat berjalan. Di saat aku menyerah, asamu tak kunjung putus karenanya. Kau ajarkan aku terus, terus, dan terus tanpa peduli hasil yang telah ku capai. Tak ada marah dalam suaramu bila aku terjatuh berkali-kali.
Ingatkah engkau Ibu, kebahagian yang engkau pancarkan dari wajahmu ketika melihatku berhasil berjalan untuk yang pertama kalinya di muka bumi? Kebahagiaan yang bahkan melebihi kebahagian yang terpancar dari wajahku. Kau gapai tubuhku, kau peluk aku, kau ciumi aku hingga aku pun bingung apa yang harus ku lakukan.
Kini aku telah dewasa. Aku telah dapat berdiri sendiri menghadapi kerasnya dunia. Namun perhatianmu seakan tak pernah pudar, selalu menyertaiku. Tak sadarkah engkau kalau sekarang akulah yang seharusnya melindungimu. Tubuhmu yang renta sudah tak seharusnya mengkhawatirkan diriku. Sudah cukup aku menyusahkanmu, Ibuku. Cukuplah bagimu untuk membahagiakanku. Kini saatnya aku yang membalas semua kebaikanmu.
Ibuku, sebagai balas jasaku kepadamu, izinkanlah aku memberikan seluruh jiwa dan ragaku untukmu. Memberikan semua yang terbaik dariku. Memberikan seluruh yang aku bisa dan kumiliki. Memberikan seluruh cintaku padamu, sebagaimana engkau telah memberikan seluruh cintamu padaku..
Ibuku, meskipun waktumu telah tiba kelak, cinta dalam hatiku tak kan pernah mati untukmu. Akan selalu terkenang dalam bingkai kokoh hatiku. Akan terus ku rawat dan ku jaga dengan baik. Tak kan ku biarkan seorang pun mengisi hatiku hingga cintaku padanya melebihi cintaku padamu.
Bilapun Tuhan berkehendak lain, dan memanggilku kehadapannya terlebih dahulu. Maka tak usahlah engkau bersedih hati karnaku, sebab hanyalah tubuhku yang terkubur oleh puing-puing tanah, bukanlah cintaku padamu. Biarkanlah cintaku menjagamu hingga kita akan bertemu kelak.
Ibuku, meskipun kini kita ada di benua yang berbeda. Namun doaku selalu ku titipkan untukmu melalui Umar. #hu… doa kok nitip? Kita akan selalu bersama, Ibuku. Jikalau memang Tuhan menakdirkan aku pergi terlebih dahulu, aku tak kan letih untuk selalu menunggumu, Ibuku. Oleh sebab itu, janganlah pula engkau melupakanku. Limpahkanlah kasih sayangmu padaku seperti engkau melimpahkan kasih sayangmu pada Ibumu. Hingga suatu saat nanti, jika Tuhan menghendaki, kita akan hidup bersama di surga! Jika menghendaki… tapi jika ngga, terpaksa kita senasib dengan setan-setan lainnya. Kita akan hidup selamanya di neraka, Ibuku. Hahaha… betapa menyenangkannya bila membayangkan saat-saat itu, duhai Ibuku. #sableng!
Semua ini ku tulis hanya untukmu duhai Ibuku. Semua tulisan yang tercipta untukmu selalu ku mulai dengan cinta dan kasih sayang yang besar. Setiap goresan penaku adalah ungkapan perasaanku padamu. Mungkin tak sebanding dengan apa yang telah engkau berikan, namun hanya inilah yang dapat ku berikan. Jadi… terimalah persembahanku duhai Ibuku.

#hik hik hik… ngga gue sangka lo sebegitu sayangnya sama Ibu lo, Frank! Ternyata lo fampir yang baik hati juga, ya? Hanya satu kata yang dapat gue ucapin buat lo, Frank. Semoga lo kekal abadi di neraka sana bersama Ibu, lo! hik hik hik…
$ini adalah satu-satunya bab yang bisa ngebuat gue berlinangan air mata, Frank. Berbeda banget dengan cerita di bab-bab lainnya. Gue doain semoga lo bisa mati bareng sama Ibu lo, Frank.
#meskipun gue ngga tau, lo sebenarnya puitis, apa lebaynya aja yang kebangetan, tapi gue tetap suka cerita ini. Always struggle, Frank!
SHARE

Ansari Milah Ibrahim

Hi. I’m Designer of Ansorpunya.blogspot.com. I’m graduate from Khairul Bariyyah Islamic Boarding School and Gunadarma University, Java Programmer, Pro Evolution Soccer Player, Dreamer, IELTS score Hunter, Scholarship Hunter, Writer and I am not sure who I’m actually. Just inspired to make things looks better and better.

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :