Tragedi KaCeBe

Gue emang apes karna daerah tugas gue di Indonesia, tapi ambil positifnya aja. Masih banyak fampir-fampir apes yang di tugaskan di Negara yang lebih keterbelakangan daripada Indonesia. Gue jadi inget temen gue yang bertugas di Etopia, kasian dia. Setelah pulang dari USA kemarin, gue liat dia item banget, terus gue liat perutnya buncit. Pertama sih gue kira dia kebanyakan ngisep darah, ngga taunya dia terkena penyakit busung lapar. Kok bisa ya? Ya iya lah, kan dia ngisep darah orang-orang yang busung lapar.
“Emang busung lapar bisa nular?” Tanya Bejo polos. Emang sih busung lapar ngga menular. Tapi gimana temen gue tadi itu ngga busung lapar kalo orang yang dihisap darahnya itu kurus kerontang.
“Wah Frank, apes aku. Orang Etopia itu perutnya saja yang buncit, tapi darahnya kering!” aku temen gue yang bertugas di Etopia. Kasian, itulah sebabnya dia ngga pernah kenyang ngisep darah manusia di sana.
“Sebenarnya sih aku bisa aja gigit tiga sampai lima orang dalam satu malam. Tapi aku takut kena komplikasi. Kan ngga baik kalo ngisep darah banyak orang dalam satu malam!” akunya kemudian. Ah… tak apa apalah kawanku, anggap saja ibadah. Kau telah banyak mengabulkan doa orang-orang di sana.
“Loh memang apa doa mereka?” tanya teman gue bingung.
“Ya Tuhan, aku sudah tak kuat lagi hidup begini terus. Kalaulah engkau mau berbaik hati padaku, maka cabutlah nyawaku.” Jawab gue lebay.
Ya… saat itu mungkin gue memang cuma bercanda. Tapi tidak mustahil kalau doa seperti itu benar-benar ada di Etopia sana. Jangankan di Etopia, di Indonesia ini aja gue menemukan hal yang seperti itu. Malah orang tersebut langsung terang-terangan meminta fampir sebagai pengeksekusi kematiannya. Tapi itu adalah pengecualian sebab orang tersebut bukanlah orang normal. #siapa tuh…? Tapi di Etopia mungkin doa seperti itu diucapkan sebab cobaan hidup yang begitu berat.
Jadi masih beruntunglah gue yang di beri tugas di Indonesia. Orang Indonesia sehat-sehat, banyak yang gendut. Yang buncit pun bukalah buncit busung lapar. Setiap hari gue bisa jalan-jalan ke mal. Dan kalau udah ke mal, tempat yang paling gue sukai adalah bioskop. Apalagi kalau filmnya lagi bagus, seperti film-film misteri produksi Holiwood.
Jadilah malam ini gue ngebawa temen-temen dodol gue pergi ke mal untuk bisa sama-sama menikmati film horror. Meskipun Bejo bersikukuh ngga mau ikut, tapi gue berhasil menyeretnya kemari. Gue lihat film yang di putar hari ini, ah… ternyata ngga ada film horror produksi Holiwood. Satu-satunya film horror yang di putar di sana adalah film “Tragedi di malam Jum’at kliwon.” Apa boleh buat, terpaksa gue harus nonton film produksi Indonesia tersebut.
Saat gue ajak temen-temen gue masuk ke ruang teater yang sedang memutar film tersebut, Umar malah berpaling dengan alasan; “Ngga boleh nonton yang kaya’ begituan, Frank. Tahayul, nanti ente bisa terjebak sirik!” ujarnya belaga bijak sambil memutar-mutar tasbih di tangannya.
Saat gue tanya dia maunya nonton apa, dia malah menunjuk papan yang disana  tertera sebuah poster film KCB. Dasar Umar, kalau gue yang nonton film kaya’ gitu, beh… bisa hangus gue kebakar lafadz-lafadz zikir. Meskipun yang di tunjuk Umar tersebut adalah film humor, tapi tetap aja menakutkan bagi gue kalau ada kata tasbih-tasbihnya gitu. Loh, kok film humor? Ya iya lah, judul filmnya aja “Ketika Cacing Bertasbih!” meskipun di Al-Quran ada ayat yang menyatakan kalau tumbuhan dan hewan juga bertasbih pada Allah, tapi gue yakin ini film humor.  #kalau diantara pembaca ada yang ingin menonton film tersebut, silahkan di tunggu 1000 tahun lagi.
Belum selesai gue meyakinkan Umar untuk nonton film tragedy di malam jum’at kliwon, Bejo yang seakan mendapat titik terang untuk tidak menonton film horror tersebut mulai berulah kembali. “Betul itu Frank, ngga baik kita nonton film yang dapat melunturkan akidah seperti itu!” ugh… Bejo! Sejak kapan sich dia jadi ketularan alim kaya gini? Gue kira HIV doang yang bisa nular.
“Ya udah, kalo gitu lo ikut Umar aja nonton film ketika cacing bertasbih!” ujar gue gusar. Tapi gue yakin Bejo ngga bakal berani. Di sini kan yang kuat dengerin lafadz-lafadz tasbih kan cuma Umar. Hehehe… gue yakin dia cuma ngegertak gue. Tapi gue ngga akan mundur selangkah pun dari niat awal gue.
“Siapa juga yang mau nonton film ketika cacing bertasbih? Gue pengen nonton film KCB yang itu tu.” Bejo menunjuk kearah papan pengumuman film yang berjudul KCB, tapi KCB yang ini lain. Setelah gue perhatikan… anjrit… ternyata judulnya ngga jauh-jauh dari cacing. KCB yang satu ini kependekan dari Ketika Cacing Bersembunyi. Dasar penakut, ingetnya bersembunyi melulu. Tapi kok ada ya film iseng kaya’ gini? Mana artisnya cacing lagi, cacing lagi. Sepertinya si cacing  lagi tenar niy. Jangan-jangan sebentar lagi ada film KCB lainnya. Ketika Cacing Berdendang misalnya.
“Frank, gue nonton film itu aja!” teriak Kurt sambil menunjuk papan film KCB. Oh no… mimpi apa gue semalam? KCB yang di tunjuk Kurt kali ini adalah film Ketika Cacing Berdendang. Kenapa tebakan gue bisa tepat kaya’ gitu, ya? Sepertinya tidak ada kata yang lebih pantas gue ucapkan selain kata-kata duka, sebab gue adalah setan paling malang di seluruh dunia. Untuk nonton film horror bersama teman-teman saja gue menghadapi berbagai macam kendala. Oh gusti… salah apa abdi?
Mungkinkah ada KCB lainnya yang pantas untuk kondisi hati gue saat ini? Ketika Cacing Berduka. Ya, ketika cacing berduka mungkin pantas dengan kondisi hati gue saat ini. Gue telusuri semua papan film yang berjejer di ruang tunggu teather, namun di antara KCB yang ada, tak satu pun yang  memiliki kepanjangan Ketika Cacing Berduka. Tambah jelaslah bukti bahwa gue adalah setan paling malang di dunia.
“Ya sudah, kalau begitu keputusan lo-lo pada, gue nyerah. Silahkan menikmati KCB kalian masing-masing, biarkanlah gue sendirian meratapi nasib sambil menonton film tragedy di malam jum’at kliwon.” Ujar gue pasrah sambil berlalu meninggalkan temen-temen dodol gue.
“Tunggu dulu, Frank. Ente bisa bantuin ane beli tiket kan?” ugh… si Umar ni emang ngga punya perasaan, ngga tau gue lagi bersedih hati gara-gara mereka ya? Lagipula buat apa sih beli tiket segala? Biasanya juga bisa langsung nembus dinding.
“Ngga boleh gitu, Frank. Kejujuran adalah segalanya!” ughh… biasanya juga lo nyolong, tapi ngga pernah lo bilang kejujuran adalah segalanya. Biarlah… karna gue lagi malas berdebat dengan tuyul sinting ini, gue penuhi juga permintaannya. Gue berubah dulu agar bisa terlihat oleh manusia biasa. Setelah selesai membelikan tiket Umar, gue serahkan tiketnya padanya.
“Afwan ya, kalau ngerepotin ente!” ujar Umar sambil mengambil tiket yang gue sodorkan. Gue tersenyum ngga ikhlas sambil berlalu pergi.  
Huh… sebenarnya gue udah ngga berminat lagi untuk nonton film tragedy di malam jum’at kliwon ini. Gue sedang merenungi malangnya nasib gue hari ini. Udahnya  ngga ada film horror  produksi Holiwood, di tambah lagi temen-temen gue ngga mau ikut nonton film yang gue rekomendasikan. Bila nanti ada film Ketika Cacing Berduka, gue pasti akan menontonnya. Hitung-hitung mirip-miripan sama kisah gue.
Gue masuk ke pintu teather dalam wujud yang kasat mata. Saat gue udah duduk di bangku yang kosong, dan menatap ke layar, gue terkesima. Gue lihat film seekor cacing yang menyiratkan wajah duka yang mendalam. Ketika Cacing Berduka, nantikan kehadirannya, perdana muncul 32 Pebruary 2011. oh… sampai kapan pun aku akan menunggu film ini. Pasti!
Tapi tunggu dulu. Memangnya bulan Pebruary ada tanggal 31 nya, ya? Ah, benarkah yang gue lihat tadi? Gue lihat kembali ke layar, namun iklan tersebut sudah berahir dan berganti dengan film tragedy di malam jum’at kliwon. Ah, biarlah… sampai kapan pun gue akan tetap menunggu film KCB yang satu itu. Ketika Cinta Berduka…  
SHARE

Ansari Milah Ibrahim

Hi. I’m Designer of Ansorpunya.blogspot.com. I’m graduate from Khairul Bariyyah Islamic Boarding School and Gunadarma University, Java Programmer, Pro Evolution Soccer Player, Dreamer, IELTS score Hunter, Scholarship Hunter, Writer and I am not sure who I’m actually. Just inspired to make things looks better and better.

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :